Magelang — UNESCO bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) menggelar workshop bertajuk “Ya Kayuku Ya Kayumu: Ngraos lan Ngramut Omah Kayu” di Ndalem Wetan Space, Desa Paremono, Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Kegiatan ini menghadirkan Dr. Yulianto P. Prihatmaji dari Sekolah Tukang Kayu Universitas Islam Indonesia sebagai narasumber utama.
Workshop ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat dalam merawat rumah kayu Jawa yang telah berdiri puluhan bahkan ratusan tahun. Seiring waktu, rumah kayu menghadapi berbagai tekanan, mulai dari perubahan cuaca, dinamika iklim, getaran gempa, hingga gangguan serangga dan hewan perusak kayu. Oleh karena itu, deteksi dini dan pemeliharaan elemen struktural menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga keberlanjutannya.
Akademisi yang akrab disapa Aji tersebut menjelaskan bahwa kegiatan ini melibatkan berbagai kalangan, mulai dari warga lokal hingga peserta profesional terpilih.
“Hari ini kita melakukan workshop untuk akamsi (anak kampung sini), warlok (warga lokal), dan juga berbagai kalangan lainnya. Antusiasme mereka sangat tinggi untuk belajar tentang rumah Jawa,” ujarnya.
Ia menambahkan, SETON (Sekolah Tukang Nusantara) hadir untuk mengajarkan cara ngraos (memahami) dan ngramut (merawat) rumah kayu Jawa secara menyeluruh.
“Judul Ya Kayuku Ya Kayumu sebenarnya diambil dari dzikir Sunan Kalijaga. Maknanya adalah kedekatan manusia dengan budaya Jawa, dengan kayu sebagai unsur hidup—kayen, kayun, urip,” jelasnya.
Dalam workshop tersebut, peserta dibekali kemampuan mendiagnosis kondisi rumah kayu Jawa, baik berjenis joglo, limasan, maupun tajuk. Materi juga menyoroti bagaimana rumah tradisional ini dapat dimitigasi agar tetap tangguh menghadapi tantangan masa kini.
“Kita belajar bagaimana rumah Jawa bisa memiliki resistensi terhadap waktu, bencana, dan berbagai tekanan lainnya,” pungkas Aji.
Sementara itu, Ndalem Wetan Space yang berlokasi tak jauh dari Kawasan Warisan Dunia Borobudur dikenal sebagai ruang kreatif yang memadukan kehangatan rumah Jawa dengan semangat kolaborasi masa kini. Berada di kawasan yang sarat sejarah dan budaya, tempat ini kerap menjadi titik temu diskusi, pameran, dan aktivitas kreatif dalam suasana yang tenang dan inspiratif.
Pegiat komunitas dan wisata edukasi, Wianjar Mustika, menyampaikan bahwa workshop ini juga dilengkapi dengan praktik lapangan.
“Ada tujuh Omah Jawa Mbuduran di sekitar Ndalem Wetan Space yang digunakan sebagai lokasi praktik. Para pemilik rumah juga ikut belajar bersama, termasuk teman-teman pegiat budaya dari desa lain,” ujarnya.
Melalui workshop ini, diharapkan pengetahuan tentang perawatan rumah kayu Jawa dapat terus diwariskan, sekaligus memperkuat upaya pelestarian arsitektur tradisional di kawasan Borobudur dan sekitarnya.(Azh)