Magelang Riwayatmu Kini : Andong Grabag Semakin Tersisih

POTRET MAGELANG
16 Des 2024 11:43
2 menit membaca

Potret Magelang – Grabag – Sejarah Andong tidak terlepas dari keberadaan raja-raja Mataram yang memiliki kendaraan khusus, yaitu kereta yang ditarik oleh kuda.

Pada awalnya, andong hanya boleh digunakan oleh para bangsawan, terutama raja dan keluarganya.
Pada awal abad ke-19 saat Mataram dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono VII, andong merupakan salah satu penanda status sosial para kerabat keraton. Saat itu, rakyat jelata tidak boleh menggunaan andong dan hanya boleh menggunakan gerobak.

Keberadaan andong sebagai salah satu penanda status sosial ini kurang lebih berlangsung hingga abad ke-20. Pada masa pemerintahan Sultan Hamangku Buwono VIII, andong mulai digunakan oleh masyarakat umum walaupun masih terbatas di kalangan pedagang dan pengusaha. Pada sekitar 1940-an, hanya orang kaya yang dapat membeli andong.

Pada saat itu, andong dibeli dari tukang bengkel andong yang onderilnya masih dibeli dari luar negeri. Andong digunakan untuk mengangkut barang dan penumpang, seperti pedagang batik dan dagangannya dari Kotagede ke Pasar Beringharjo. Andong juga digunakan untuk mengangkut barang atau penumpang dari Bantul, Prambanan/Kalasan menuju Kota. Saat ini, fungsi utama andong tidak lagi sebagai alat transportasi pengangkut barang melainkan untuk sarana wisata.

Riwayat Andong Di Grabag Magelang
Sementara itu tidak ada akurat yang mencatat tentang sejarah Andong yang ada di wilayah Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang. Hanya saja di medio 1970 an sudah mulai digunakan sebagai sarana transportasi oleh masyarakat umum dan jumlahnya lumayan banyak. Mengingat pada era itu kendaraan bermotor juga masih sangat terbatas.

Dan hari ini di medio Desember 2024 tersisa hanya 3 Andong yang aktif setiap harinya menempati lapak parkir di sebelah selatan Pasar Umum Grabag.

“Saat ini kami hanya melayani perjalanan wisata lokal,baik hanya keliling kota ataupun ke destinasi wisata yang ada di sekitar Grabag ini”tutur Yanto (67 th) yang sejak 1993 sudah menggeluti profesi sebagai kusir Andong.

“Permasalahan ada di mahalnya perawatan kuda,setiap hari kita harus merogoh kocek hingga Rp.60.000 untuk memberi pakan dan juga nutrisi,juga setiap 10 hari kita mengganti tapal kuda yang saat ini harganya juga cukup lumayan”imbuhnya

Dan penghasilan dari penumpang Andong sendiri kadang tidak menutup biaya operasional setiap harinya,Pak yanto dan 2 rekannya beralasan karena memang mencintai kuda dan merasa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan transportasi tradisional ini (Azh)